Demokrasi Indonesia semakin terancam, seiring dengan langkah-langkah inkonstitusional yang diambil oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (HIKMAHBUDHI), Pramudia Gilang Mahesa tegas menyebut DPR kini telah beralih fungsi menjadi “wakil rezim” ketimbang mewakili suara rakyat.
Dalam orasi yang disampaikan di depan ratusan mahasiswa dan aktivis, Pramudia mengaku kecewa terhadap DPR yang dinilai lebih mengutamakan kepentingan kelompok elit dibandingkan konstitusi.
“DPR yang seharusnya menjadi wakil suara rakyat, kini telah berubah menjadi wakil rezim,” tegasnya.
Keputusan DPR yang secara cepat mengesahkan revisi Undang-Undang Pilkada setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menolak perubahan syarat usia calon gubernur serta perubahan ambang batas pencalonan.
“Keputusan MK itu final dan mengikat, tapi DPR justru bertindak seolah-olah aturan bisa diubah hanya demi kepentingan tertentu. Ini bukan demokrasi, ini kediktatoran terselubung,” ujar Pramudia.
Proses yang biasanya memakan waktu berbulan-bulan, lanjut Pramudia kali ini dilakukan dalam hitungan malam, seakan-akan demokrasi bisa diperjualbelikan sesuai dengan keinginan penguasa.
“Kita sedang menyaksikan bagaimana demokrasi dirusak dari dalam, oleh mereka yang seharusnya menjadi pelindungnya. DPR tidak lagi berpihak pada rakyat, mereka hanya mementingkan ambisi kekuasaan,” tambah Pramudia.
HIKMAHBUDHI pun tegas menolak revisi UU Pilkada dan mendukung Putusan MK No.60/PUU-XXII/2024 yang membuka peluang bagi partai politik untuk mengajukan calon di Pilkada tanpa ambang batas perolehan kursi di DPRD, melainkan berdasarkan persentase suara.
HIKMAHBUDHI juga mengajak kepada rakyat Indonesia untuk tidak apatis dan aktif melawan ketidakadilan. “Gunakan media sosial sebagai alat perlawanan dan sebarkan ‘Peringatan Darurat’,” serunya.
Mengutip Wiji Thukul, Pramudia tegaskan “Apabila usul ditolak, suara dibungkam, kritik dilarang tanpa alasan, maka hanya ada satu kata: LAWAN!” Dengan harapan akan adanya perubahan, ia menutup orasinya dengan doa dari Ettavata Parrita, “Semoga pemerintah bertindak benar,” pungkasnya.
