Jakarta – Harga daging ayam terus naik dan hampir mencapai level tertinggi tahun 2022 pada bulan Mei, dengan mencapai Rp38.300 per kg. Pada bulan Juni 2023, harga rata-rata daging ayam stabil di sekitar Rp37.810 per kg.
Menurut laporan dari Panel Harga Badan Pangan, harga daging ayam pada hari Selasa, tanggal 27 Juni 2023 mengalami kenaikan sebesar Rp300 per kilogram menjadi Rp38.530 per kilogram. Sebelumnya, satu minggu sebelumnya, harga daging ayam masih stabil di Rp37.810 per kilogram.
Harga tersebut merupakan rata-rata nasional harian yang berlaku untuk pedagang eceran. Harga tertinggi yang tercatat pada hari ini adalah Rp50.190 per kilogram di Kalimantan Utara, sementara harga terendahnya adalah Rp30.050 per kilogram di Sulawesi Selatan.
Daging Ayam: Permainan Broker Menguntungkan
Di wilayah Jakarta, tercatat harga daging ayam sudah mencapai Rp42.114 per ekor, naik Rp900 dibandingkan sehari sebelumnya. Harga tersebut juga merupakan rata-rata harian di tingkat konsumen.Ketua Umum Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) Pardjuni mengatakan, kenaikan harga daging ayam sudah terjadi sejak Lebaran lalu dan sampai saat ini masih belum mengalami penurunan.
Adapun alasan dari kenaikannya, Pardjuni menuding ada permainan para broker dan pedagang pengecer di pasar. Ditambah, konsumen atau masyarakat tidak pernah tahu menahu berapa harga ayam di tingkat peternak.
“Betul ada permainan dari broker dan pedagang pengecer di pasar juga. Nah di sini, konsumen itu kan sebenarnya tidak tahu persis berapa sih harganya di tingkat peternak. Ini menjadi hal yang menguntungkan bagi pedagang, karena kalau konsumen itu tahu mesti dia tidak akan membeli dengan harga itu,” kata Pardjuni.
“Jadi mereka menaikkan harga dan mengambil profit lebih banyak,” imbuhnya.
Konsumen Abai Kenaikan Harga
Namun, karena memang ada kebutuhan maka konsumen cenderung tidak memperdulikan kenaikan harga daging ayam yang terjadi.
“Cuma, karena memang sudah ada kebutuhan, mereka juga gak mau tau karena kebutuhannya tidak setiap hari kayak minyak, beras, dan lain-lain. jadi kalau tidak setiap hari kan dia nggak begitu merhatiin harganya,” ujarnya.
Kenaikan Harga Ayam Masih Normal
Pardjuni tak menampik harga di tingkat peternak juga mengalami kenaikan harga ayam. Namun kenaikan tersebut masih dalam batas normal.
“Jadi memang, terutama seminggu terakhir menjelang Lebaran (Idul Fitri) kemarin itu memang sempat naik, dari kandang itu rata-rata untuk semua area, menurut saya itu, diantara sekitar Rp 22.000 – 23.000 per kilogram,” katanya.
“Tetapi sebenarnya untuk angka itu, kalau nanti di pasar jatuhnya per kilo sudah sampai di Rp 40.000, itu sebenarnya terlalu tinggi. Karena rumus yang kita pakai itu, harga dari kandang itu sampai dengan konsumen seharga dikalikan 1,6 kali. Jadi kalau misalnya harga Rp 20.000, berarti di konsumen itu harusnya di sekitar Rp 32.000. Kalau harga Rp23.000 itu maksimal di konsumen harganya sekitar Rp 34.000 – 35.000 per kilogram,” tuturnya.
Manipulasi Psikologis: Ayam Tidak Langka
Pardjuni menyebut para broker dan pedagang pengecer juga memainkan psikologis konsumen, dengan mengatakan persediaan ayam langka sehingga harga menjadi mahal, padahal sebenarnya ayam itu justru berlimpah.
“Memang ini para pedagang juga memainkan psikologis konsumen ‘oh ayam nggak ada’, karena konsumen nggak pernah tahu, bagaimana kejadian yang sebenarnya di tingkat peternak. Tapi kalau kelangkaan ayam, itu tidak ada, tidak benar. Karena, berlebihan iya,” ujarnya.
Manipulasi Stok Ayam oleh Broker
Lebih lanjut Pardjuni mengatakan, para broker dan pedagang memiliki power yang mana mereka dapat mempertahankan waktu satu atau dua hari untuk mengurangi konsumsi atau mengurangi pembelian, sehingga ayam yang seharusnya sudah dipanen malah menjadi menumpuk di tingkat peternak.
“Jadi begini, broker atau pemotong ini kan dia mempunyai power yang mana dia memang bisa mempertahankan waktu satu atau dua hari untuk mengurangi konsumsi, atau mengurangi pembelian,” tutur dia.
“Tetapi kalau di tingkat peternak, satu atau dua, tiga hari itu kan posisi ayam tumbuh terus, setiap hari itu kan bisa bertambah, bobotnya itu kan 10% rata-rata ya kalau sudah mau panen.
Artinya, pada saat broker, atau pemotong ini mengurangi pemotongannya, berarti kan ayam sudah seharusnya di panen pada hari itu kan tidak diserap, dan membebani populasi berikutnya, artinya disusul oleh adiknya yang juga harus dipanen,” tambahnya.