Puasa merupakan salah satu ibadah utama dalam agama Islam yang memiliki beragam hikmah dan faedah. Namun, dalam konteks perjalanan atau safar, ada beberapa pertanyaan mengenai hukum berpuasa yang sering muncul. 

Sebagian orang mungkin bingung apakah mereka boleh berpuasa ataukah lebih baik berbuka saat melakukan perjalanan. Dalam Islam, terdapat pedoman yang jelas mengenai masalah ini, sebagaimana terdokumentasikan dalam hadits-hadits yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Panduan Berpuasa dalam Perjalanan

Dalam kitab-kitab hadits, terdapat beragam riwayat yang memberikan panduan tentang berpuasa ketika dalam perjalanan.

Dari riwayat-riwayat tersebut, kita dapat memahami prinsip-prinsip yang mendasari keputusan untuk berpuasa atau berbuka saat melakukan safar. 

1. Hukum Berpuasa Ketika Safar

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh berbagai perawi, Nabi Muhammad SAW memberikan arahan yang memberikan kemudahan bagi umat Islam yang sedang dalam perjalanan. Beliau memperbolehkan berpuasa namun juga memperbolehkan untuk berbuka, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing individu.

Dari ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha bahwasanya Hamzah bin ‘Amr Al Aslami pernah bertanya kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam: Apakah saya boleh berpuasa sewaktu safar ? (Beliau adalah orang yang banyak berpuasa) Nabi menjawab, “Jika kamu mau berpuasalah, dan jika kamu mau maka berbukalah.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no. 1943, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1121, Malik dalam kitab Shiyaam I/295, Ad Daarimi dalam kitab Shoum II/9, Ibnu Maajah dalam kitab Shiyaam no. 1662, Abu Dawud dalam kitab Shoum no. 2042)

2. Keutamaan Berbuka Ketika Safar

Hadits-hadits juga menunjukkan bahwa ada keutamaan dalam berbuka saat melakukan perjalanan, terutama ketika kondisi tersebut membutuhkan kekuatan fisik yang ekstra. Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak menghendaki kesulitan yang tidak perlu bagi umatnya.

Dari Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu beliau mengatakan: “Dahulu kami pernah bersafar bersama Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, orang yang berpuasa tidak mencela orang yang berbuka dan orang yang berbuka (juga) tidak mencela orang yang berpuasa.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no. 1947, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1118, Maalik dalam Al Muwaththo’ kitab Shiyaam I/295, Abu Dawud dalam kitab Shoum no. 2405).

3. Contoh Nabi Muhammad SAW dalam Perjalanan

Dari Jaabir bin Abdulloh rodhiyallohu’anhu beliau berkata: Dahulu Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah bersafar, maka beliaupun melihat segerombolan orang dengan seorang lelaki yang diberi naungan di atasnya, maka beliaupun bertanya, “Apa ini ?” Mereka menjawab, “Orang yang sedang berpuasa.”

Beliau bersabda, “Berpuasa di saat safar bukan termasuk kebaikan.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no. 1946, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1115, Abu Dawud dalam kitab Shoum no. 2407, An Nasaa’i dalam kitab Shiyaam IV/175, Ad Daarimi dalam kitab Shoum II/9, Ahmad dalam Musnad-nya III/299, 317, 319, 399)

Dari riwayat tersebut, kita melihat bagaimana Nabi Muhammad SAW memberikan contoh kepada para sahabatnya saat berada dalam perjalanan. Beliau tidak mengutuk orang yang berpuasa, namun juga tidak memaksa mereka untuk berpuasa.

4. Pengaturan Qodho’ Puasa

Terdapat panduan mengenai qodho’ puasa bagi mereka yang memiliki kewajiban puasa yang tertunda, baik karena safar atau alasan lainnya. Islam memberikan fleksibilitas dalam menunaikan kewajiban ini, namun juga menekankan pentingnya untuk tidak menunda-nunda secara berlebihan.

Dari ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha beliau berkata: “Dahulu aku memiliki hutang puasa Romadhon, akan tetapi aku tidak bisa mengqodho’nya kecuali di bulan Sya’ban.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no. 1950, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1146, Maalik dalam Al Muwaththo’ dalam kitab Shiyaam, Abu Dawud dalam kitab Shoum no. 2399, At Tirmidzi dalam kitab Shoum no. 783, An Nasaa’i dalam kitab Shiyaam IV/191, Ibnu Maajah dalam kitab Shiyaam no. 1669)

5. Larangan Puasa Wishol

Nabi Muhammad SAW melarang puasa wishol, yaitu puasa dua hari berturut-turut tanpa berbuka. Beliau menekankan bahwa agama Islam mengajarkan keseimbangan dan menghindari ekstremisme dalam beribadah.

Dari Abdulloh bin ‘Umar rodhiyallohu ‘anhuma beliau berkata: Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam melarang puasa wishol.

Mereka (para sahabat) berkata, “Wahai Rosululloh, sesungguhnya anda juga mengerjakan wishol.” beliau bersabda, “Sesungguhnya keadaanku tidak sebagaimana kalian, aku diberi makan dan diberi minum.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no. 1962, Muslim dalam kitab Shiyaam 1102, Maalik dalam Al Muwaththo’ di kitab Shiyaam, Abu Dawud dalam kitab Shoum no. 2320).

6. Puasa Dawud

Nabi Muhammad SAW memberikan panduan mengenai puasa yang paling utama, yaitu puasa sehari dan tidak puasa sehari. Hal ini menggambarkan kesederhanaan dalam beribadah dan menjaga keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari.

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam diberitahu bahwasanya aku pernah berkata, “Demi Alloh, sungguh aku akan berpuasa sepanjang siang dan dan sholat malam sepanjang hidupku.” Maka Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah benar kamu yang mengucapkan itu?” Maka akupun menjawab, “Benar, ayah dan ibuku sebagai tebusannya aku memang benar-benar telah mengatakannya.”

Beliau bersabda, “Sesungguhnya kamu tidak akan sanggup melaksanakannya maka berpuasa dan juga berbukalah, tidur dan sholat malamlah, dan berpuasalah 3 hari di setiap bulan, karena satu kebaikan itu berlipat pahalanya senilai 10 kebaikan, dan itu sudah seperti puasa sepanjang masa/puasa Dahr.”

Aku berkata, “Sesungguhnya saya mampu lebih dari itu.” Beliau bersabda, “Kalau begitu maka puasalah sehari dan tidak puasa 2 hari.” Aku berkata, “Sesungguhnya saya mampu lebih dari itu.” Beliau bersabda, “Kalau begitu maka puasalah sehari dan tidak berpuasa sehari Itulah puasa Nabi Dawud ‘alaihis salam, dan itu merupakan puasa yang paling utama.” Maka akupun mengatakan, “Sesungguhnya saya mampu melakukan yang lebih utama dari itu.” Beliau bersabda, “Tidak ada lagi (puasa) yang lebih utama darinya.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no. 1976, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1159).

Kemudahaan Beribadah

Berpuasa ketika safar merupakan suatu keringanan yang bagi umat Islam untuk memudahkan umatnya dalam menjalankan ibadah di tengah-tengah kesulitan. 

Namun demikian, keputusan untuk berpuasa atau berbuka harus berdasar pada pertimbangan kondisi individu serta pemahaman yang benar terhadap ajaran Islam.

Silakan Bekomentar
Share.
Exit mobile version