Puasa merupakan ibadah yang sangat istimewa dalam agama Islam. Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan petunjuk dan bimbingan yang jelas terkait pelaksanaan puasa, baik yang berkaitan dengan awal bulan Romadhon, hukum-hukumnya, hingga tata cara pelaksanaannya

Berikut beberapa petunjuk puasa yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

1. Tentang Mendahului Puasa Romadhon

Rasulullah melarang umatnya untuk mendahului bulan Romadhon dengan berpuasa sehari atau dua hari sebelumnya. Hanya orang yang terbiasa berpuasa sunnah seperti Puasa Senin-Kamis yang diberikan keringanan untuk melakukannya. 

Larangan ini bertujuan agar umat Islam dapat membedakan antara ibadah wajib dan sunnah serta mempersiapkan diri dengan semangat dan pengharapan menyambut Romadhon.

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mendahului Romadhon dengan berpuasa sehari atau 2 hari, kecuali orang yang terbiasa berpuasa maka boleh berpuasa.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no. 1914, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1082, Abu Dawud dalam kitab Shoum no. 2335, At Tirmidzi dalam kitab Shoum no. 685, Ibnu Maajah dalam kitab Shiyaam no. 1650, Ad Daarimi dalam kitab Shoum, dan Ahmad dalam Musnad-nya II/234, 347, 408, 477, 513, 521)

2. Berpuasa Karena Melihat Hilal

Masuknya bulan Romadhon ditentukan oleh tampaknya hilal bagi seluruh umat atau sebagian dari mereka. Rasulullah juga mengaitkan pelaksanaan puasa Romadhon dengan melihat hilal. Jika hilal terlihat, umat Islam diwajibkan berpuasa, dan jika tidak, bulan Sya’ban digenapkan menjadi 30 hari. Keputusan ini juga berlaku untuk perayaan Idul Fithri.

Ibnu ‘Umar rodhiyallohu ‘anhuma mengatakan, “Dahulu orang-orang berusaha melihat hilal, kemudian aku kabarkan kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam kalau aku benar-benar telah melihatnya, maka beliaupun berpuasa dan memerintahkan orang-orang berpuasa sebagaimana beliau.” (HR. Abu Dawud, dishohihkan Al Albani dalam Al Irwa’ 908)

3. Jumlah Saksi yang Melihat Hilal

Rasulullah menetapkan bahwa minimal satu orang saksi yang adil dan muslim diperlukan untuk menetapkan masuknya bulan Romadhon. Jika hilal tidak terlihat, bulan Sya’ban digenapkan menjadi 30 hari. Demikian pula, minimal dua orang saksi diperlukan untuk menetapkan masuknya bulan Syawwal (Idul Fithri).

“Apabila ada dua orang saksi muslim yang melihat hilal maka berpuasa dan berharirayalah.” (Hadits riwayat Ahmad, An Nasaa’i) (lihat Al Wajiz hal. 190-191).

4. Hisab (Perhitungan Astronomi)

Rasulullah menentang penggunaan hisab (perhitungan astronomi) semata untuk menentukan awal masuknya bulan puasa. Beliau menekankan pada pengamatan langsung hilal. Hisab tidak dijadikan pegangan karena aturan syari’at harus dapat dipahami oleh banyak orang.

 “Adapun sekedar menggunakan hisab maka hal itu tidak boleh dilakukan dan juga tidak boleh dijadikan pegangan.” (Tsamaniyatu Wa Arba’uuna Su’aalan Fish Shiyaam, hal. 27-28).

5. Siapa yang Wajib Berpuasa

Ulama sepakat bahwa puasa Romadhon wajib bagi setiap muslim yang berakal, baligh, dalam keadaan sehat, dan mukim. Wanita yang sedang suci dari haidh dan nifas juga wajib berpuasa.

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Penulisan pena terankat dari tiga golongan: dari orang gila hingga dia sembuh, dari orang yang tidur hingga dia terjaga, dan dari anak kecil hingga dia ihtilam/mimpi basah.” (Hadits riwayat At Tirmidzi, Shohih Jami’ush Shoghiir no. 3514)

Adapun tidak wajibnya orang yang sedang sakit atau bepergian berdasarkan firman Alloh Ta’ala, “Maka barangsiapa yang sakit atau sedang dalam perjalanan (lalu berbuka) hendaklah dia menggantinya di hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqoroh: 184)=

6. Memasuki Waktu Shubuh dalam Keadaan Junub

Rasulullah memasuki waktu fajar dalam keadaan junub karena berhubungan dengan isterinya. Hal ini menunjukkan bahwa puasa tetap sah meskipun seseorang memasuki waktu shubuh dalam keadaan junub karena berjima’ di malam harinya.

Dari ‘Aisyah dan Ummu Salamah rodhiyallohu ‘anhuma: “Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah memasuki waktu fajar dalam keadaan junub karena berhubungan dengan isterinya kemudian beliau mandi dan berpuasa.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no. 1926, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1109, Malik dalam Al Muwaththo’ I/291, At Tirmidzi dalam kitab Shoum no. 779, An Nasaa’i dalam kitab Shiyaam I/108)

7. Makan Sahur dan Keutamaannya

Rasulullah menganjurkan umat Islam untuk makan sahur karena terdapat barokah dalam perbuatan ini. Kebaikan makan sahur terletak pada ketaatan kepada perintah syari’at.

Dari Anas bin Malik rodhiyallohu’anhu beliau berkata: “Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Makan sahurlah kalian, karena sesungguhnya pada makan sahur itu terdapat barokah.’” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no. 1923, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1095, At Tirmidzi dalam kitab Shoum no. 708, An Nasaa’i dalam kitab Shiyaam IV/141, Ad Daarimi dalam kitab Shoum II/6, Ibnu Maajah dalam kitab Shiyaam no. 1692)

8. Sunnah Mengakhirkan Santap Sahur

   Rasulullah menunjukkan keutamaan menyegerakan berbuka dan mengakhirkan santap sahur. Beliau menyarankan untuk menjalankan shalat Subuh setelah makan sahur seukuran membaca 50 ayat.

Dari Anas bin Malik dari Zaid bin Tsabit rodhiyallohu ‘anhuma beliau berkata: Kami bersantap sahur bersama Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam kemudian beliau beranjak untuk menegakkan sholat. Anas berkata: Aku bertanya kepada Zaid, “Berapakah jarak antara adzan dan santap sahur ?” Dia menjawab, “Sekitar seukuran bacaan 50 ayat.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no. 1921, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1097, At Tirmidzi dalam kitab Shoum no. 703, An Nasaa’i dalam kitab Shiyaam IV/143, Ad Daarimi dalam kitab Shoum II/6, Ibnu Maajah dalam kitab Shiyaam 1694)

9. Waktu Imsak (Menahan Diri)

Rasulullah menetapkan bahwa waktu imsak/menahan diri dari makan dan minum adalah terbitnya fajar. Imsak tidak boleh terpisah dari waktu masuknya shubuh.

Sebagaimana firman Alloh Ta’ala, “Makan dan minumlah sampai jelas bagimu perbedaan antara benang hitam (gelapnya malam) dengan benang putih yaitu terbitnya fajar.” (QS. Al Baqoroh: 187)

10. Sunnah Menyegerakan Berbuka

Rasulullah menganjurkan untuk menyegerakan berbuka apabila matahari sudah tenggelam. Menyegerakkan berbuka adalah tanda kebaikan dan ketaatan kepada ajaran Nabi.

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka dan mengakhirkan santap sahur.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no. 1957, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1098, Maalik dalam Al Muwaththo’ I/289 di kitab Shiyaam, At Tirmidzi dalam kitab Shiyaam no. 699, Ad Daarimi II/7 dalam kitab Shoum, Ibnu Maajah dalam kitab Shiyaam no. 1697, Ahmad dalam Musnad-nya V/330, 334, 336, 337, 339. Mereka semua meriwayatkan hadits ini sampai perkataan “Selama mereka menyegerakan berbuka” adapun kata-kata, “dan mengakhirkan santap sahur” (dalam rangkaian hadits ini) adalah tambahan yang ada pada riwayat Imam Ahmad saja di dalam Musnad beliau V/147,172 berasal dari hadits Abu Dzar Al Ghifaari rodhiyallohu ‘anhu dan sanadnya lemah (catatan kaki Taisirul ‘Allaam juz I hal. 382).

11. Saat Untuk Berbuka

Rasulullah menetapkan bahwa saat berbuka adalah ketika malam sudah datang dari arah barat dan siang telah pergi ke arah timur. Orang yang berpuasa boleh berbuka setelah matahari tenggelam.

Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Apabila malam sudah datang dari arah sini (barat) dan apabila siang telah pergi ke arah situ (timur), maka orang yang berpuasa telah berbuka.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no. 1954, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1100, dan Abu Dawud dalam kitab Shoum no. 2351)

12. Makan dan Minum Karena Lupa

 Jika seseorang makan atau minum karena lupa dalam keadaan puasa, puasanya tetap sah. Hal ini ditegaskan oleh Rasulullah, bahwa Alloh yang memberikan makanan dan minuman tersebut.

Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Barangsiapa yang terlupa dalam keadaan puasa kemudian dia makan atau minum hendaklah sempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Alloh lah yang memberikan makan dan meminuminya.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no. 1923, dalam kitab Al Aimaan wan Nudzuur no. 6669, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1155, Ad Daarimi dalam kitab Shoum II/13, Ibnu Maajah dalam kitab Shiyaam no. 1683)

13. Terlanjur Berjima’ Dengan Sengaja

Rasulullah memberikan tuntunan bagi mereka yang terlanjur berjima’ dengan istri di siang hari bulan Romadhon. Kompensasi kafaratnya adalah memerdekakan seorang budak atau berpuasa dua bulan berturut-turut atau memberi makan 60 orang miskin.

Dari Abu Huroiroh rodhiyallohu ‘anhu beliau berkata: Suatu saat kami duduk-duduk bersama Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam tiba-tiba seorang lelaki datang menemui beliau lalu mengatakan, “Wahai Rosululloh binasalah hamba.” Beliau berkata, “Apa yang membuatmu binasa ?” atau beliau berkata “Apa yang terjadi padamu ?” Lelaki tadi berkata, “Aku telah berhubungan dengan isteriku padahal aku dalam keadaan berpuasa.” dalam suatu riwayat “Aku telah menggauli isteriku di bulan Romadhon.” Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah engkau memiliki budak untuk dimerdekakan ?” Dia menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya, “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut ?” Dia menjawab, “Tidak.” Beliau bertanya, “Apakah engkau memiliki makanan untuk memberi makan 60 orang miskin ?” Dia menjawab, “Tidak.” Abu Huroiroh berkata, “Maka Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam terdiam.”

Dalam situasi seperti itu Nabi pun mengambil keranjang berisi kurma. Kemudian beliau berkata, “Dimanakah orang yang bertanya tadi ?” Diapun menjawab, “Saya.” Nabi bersabda, “Ambillah keranjang ini dan bersedekahlah dengannya.” Lelaki itu lalu bertanya, “Apakah kepada orang yang lebih miskin daripada saya wahai Rosululloh ? Demi Alloh, tidak ada satu keluargapun yang tinggal di antara dua batas kota (Madinah) ini yang lebih miskin daripada keluarga saya.” Maka Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam tertawa hingga nampak gigi taringnya, kemudian beliau bersabda, “Kalau begitu berilah makan keluargamu dengannya.” (Hadits riwayat Al Bukhori dalam kitab Shoum no. 1936, kitab Hibah no. 2600, kitab Nafaqoot no. 5368, kitab Adab no. 6087, kitab Kafarotul Aimaan no. 6709, 6710, Muslim dalam kitab Shiyaam no. 1111, Abu Dawud dalam kitab Shoum no. 2390, Ad Daarimi dalam kitab Shoum II/11, At Tirmidzi dalam kitab Shoum no. 724, Ibnu Maajah dalam kitab Shiyaam no. 1671, Ahmad dalam Musnad-nya II/241, 516).

Petunjuk Rasulullah

Dalam menjalankan ibadah puasa, umat Islam diberikan petunjuk yang jelas oleh Rasulullah. Dengan mengikuti ajaran beliau, umat Islam dapat menjalankan puasa dengan benar dan mendapatkan manfaat spiritual yang dijanjikan. 

Selain itu, puasa juga merupakan kesempatan untuk meningkatkan ketaqwaan, sabar, dan kontrol diri, sehingga dapat menjadi insan yang lebih baik di mata Allah SWT.

Silakan Bekomentar
Share.
Exit mobile version