Samarinda – Masalah serius muncul dengan meningkatnya judi online hampir di seluruh bagian Indonesia. Ketersediaan akses yang simpel, ditambah dengan variasi permainan yang beragam, menyebabkan jumlah orang yang tertarik semakin bertambah.
Tahun 2022 Indonesia tercatat sebagai negara peringkat pertama pengguna judi online dengan dua ratus ribu lebih pengguna. Bahkan berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sepanjang 2017-2022 total perputaran uangnya mencapai Rp190 triliun.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Puji Setyowati mengaku prihatin terhadap kondisi tersebut dan berharap para pengguna judi online sadar akan dampak bahaya yang ditumbuhkan dari kecanduan judi online.
“Sudah banyak kasus akibat kecanduan judi online sangat mempengaruhi mental dan psikis seseorang. Dampak depresi dan stres kalau sering kalah main sudah pasti, belum kalau modal habis harus cari banyak cara agar dapat modal,” ucapnya saat diwawancarai seusai Rapur ke-38 di Gedung B DPRD Kaltim, Senin (16/10/2023).
Padahal, tidak ada pecandu judi online yang benar-benar mendapatkan hasil yang menjanjikan sehingga membuat hidupnya sejahtera. Justru sebaliknya, faktanya justru membuat mereka banyak kehilangan uang.
“Kalau sudah sekali menang pasti mau main lagi dan lagi. Modalpun bisa dilipatgandakan tanpa mau berfikir panjang. Tanpa disadari kalau permainan judi online yang merupakan program yang dibuat dan telah diatur sedemikian rupa dimuat untuk memanipulasi emosial seseorang demi meraup keuntungan pribadi sebesar-besarnya,” katanya.
Kendati pemerintah telah banyak memblokir situs jejaring judi online akan tetapi masih banyak pula yang baru dan masih berjalan. Pangsa pasar yang besar di indonesia dan mental jalan pintas mencari uang adalah alasan kenapa judi online susuah diberantas.
Oleh sebab itu pihaknya meminta pendidikan dan tokoh agama beserta orangtua untuk saling bersinergi dalam memberikan pemahaman dan pengawasan secara terus menerus agar tidak menjadi korban judi online.
“Saya minta peran orang tua khususnya, untuk memantau aktivitas anak-anaknya. Kemudian peran tokoh agama yang harus terlibat untuk memperkuat pegangan agama, agar anak muda tidak terjerumus kepada hal yang dilarang,” tandasnya.